Monday, 26 January 2015

Senin, 26 Januari 2015 (19:26)

Selamat malam.
Hari ini saya sudah mulai berkegiatan lagi di kampus. Agak berbeda rasanya, sudah semester delapan. Secara kuantitas dan kewajiban harusnya menjadi semester terakhir saya di bangku kuliah. Tapi, agaknya mungkin bangku kuliah ini tidak akan tepat saya lewati dengan jangka waktu delapan semester.

Saya sedang berada di titik keputus asaan. Ya, memang, hal-nya sepele. Hanya karena banyaknya coretan revisi dan komentar dosen pembimbing yang mungkin dilontarkan hanya untuk memacu semangat saya. Tapi tetap saja, putus asa.

Otomatis saya mengingat jauh ke belakang. Hampir 4 tahun yang lalu. Saat saya menggantungkan asa untuk berkuliah di Institut Teknologi Bandung. Dengan harapan akan menjadi insinyur yang sukses, dengan predikat ganda; Sarjana Teknik dan Lulusan ITB. Dua predikat yang selalu menjadi mimpi saya. Akan tetapi nasib berkata lain. Singkat cerita, saya harus berada di Universitas Swasta, cukup ternama di Bandung. Sampai sebelum hari ini, saya masih sangat yakin bahwa saya akan menjadi seseorang yang sukses dari parameter diri saya sendiri, meskipun saya hanya lulusan Universitas Swasta. Nilai saya tidak pernah gemilang, dan saya pun yakin tidak akan menyandang predikat cumlaude. Tapi saya yakin, saya akan bertahan.

Agaknya, asa tersebut pun menjadi abu-abu. Katakanlah saya berlebihan. Tapi memang begitu adanya. Saya mencapai titik putus asa.

Kembali saya melihat lingkungan sekitar. Sebagian orang pasti mendapatkan satu titik kecerahan, satu titik dimana keinginannya terpenuhi. Entah itu tempat kuliah yang bagus dan favorit, atau se-simple gadget baru. Tidak terkecuali: seorang yang bisa menjadi tempat berkeluh kesah, seorang yang bisa memberikan motivasi, seorang. Dunia mungkin adil bagi mereka, tidak mendapatkan satu pencapaian, tapi mendapatkan suatu pencapaian di ranah yang lain.

Tapi belakangan, rasanya tidak ada satupun pencapaian, dan keinginan diri saya yang terwujud. Satu persatu berguguran. Tempat kuliah yang diidam-idamkan dari kecil, memimpin suatu organisasi, mencapai angka 4,00 ataupun, sesederhana tempat berlabuh. Tempat berdiskusi, tempat merenung tentang kesendirian tanpa bisa sendiri, tempat merangkai potongan potongan hidup menjadi tujuan, tempat menyusun serpihan serpihan ide, menjadi sebuah visi. Tempat aman.

Ingin rasanya beranggapan jika dunia ini adil. Tapi belakangan, rasanya memang dunia tidak adil untuk saya. Saya mungkin terdengar seperti seorang perempuan melankolis yang berlebihan. Tapi Pernahkah Anda merasakan memiliki  untaian kata-kata, bulir-bulir konsep pemikiran, ataupun kasih sayang yang meruap yang tidak bisa diungkapkan? Rasanya semua ingin diledakkan. Tapi tidak ada tempat. Bukan karena tidak mau, tapi karena tidak ada tempat.

Ingin juga rasanya beranggapan jika dibalik ketidakadilan ini ada suatu makna. Tapi juga sulit. Saya sudah terlalu egois untuk melihat sisi terang dari ketidakadilan ini.
Saya lelah. Apakah hikmahnya?
Bukan, bukan itu pertanyaannya.
Adakah hikmahnya?


No comments:

Post a Comment

Another Milestone

This is a very late announcement, but anyway, I have finished my master's degree, folks! Yeah yeah I know, it has been roughly a month ...