Baru beberapa hari yang lalu, dua hari berturut-turut saya diantar oleh Ayah ke kampus. Pagi-pagi buta, beliau sudah siap duduk di ruang makan, siap untuk mengantar saya, padahal saya sendiri masih setengah tertidur, berpiyama dan hendak mengambil handuk. Iya, Ayah memang orang yang paling disiplin yang pernah saya kenal, tidak hanya itu, Ayah, menurut saya, adalah orang yang sangat terorganisir dan sangat rapi. Sebagian besar kedisiplinan yang ada pada diri beliau terbentuk karena Kakek. Kakek (yang sering saya dengar dari cerita Nenek), dulunya adalah Anggota Angkatan Laut Jepang, lalu saat Jepang kalah dalam Perang Dunia Ke-2, beliau dihadapkan kepada dua pilihan, ikut bergabung bersama Jepang, atau bergabung dengan NKRI. Pada dasarnya, Kakek jugalah yang membentuk kepribadian Ayah yang seperti ini. Sebagian besar lagi karakter kedisiplinan Ayah dibentuk dari Pendidikan Militer yang diikutinya selepas sarjana. Saat itu beliau memilih jalur Sepamilwa (sekarang Prajurit Karir), memang hanya selama 8 bulan, tetapi cukup membentuk karakternya yang sangat keras. Ayah juga merupakan sosok yang sangat mandiri. Lulus SMA langsung merantau ke Kota Bandung. Lalu selepas berkeluarga pun, selama 13 tahun harus dinas di Jakarta (saya sekeluarga berdomisili di Bandung), hidup sendirian di Mess khusus. Memang, sekarang Ayah sudah kembali ditempatkan di Bandung, tetapi kedisiplinan dan kemandiriannya sudah sangat melekat dan beliau sendiri pun sudah sangat terbiasa dengan itu.
Lalu apa kaitannya semua monolog saya tentang ayah di atas?
Well, saya mungkin perempuan tapi obsesi saya dari kecil adalah untuk menjadi seperti Ayah.
Bukan dalam artian harus menjadi orang yang terjun di bidang ke-militer-an. Akan tetapi, saya ingin menjadi pribadi yang sangat independen, dan disiplin seperti Ayah. Mungkin saat ini, telah banyak sifat dan kebiasaan Ayah yang diturunkan kepada saya, akan tetapi, saya ingin 100% seperti ayah, dalam hal independen dan mandiri, juga disiplin.
Ayah bisa dikatakan sangat neat-freak, hanya setitik noda di dinding atau segumpal debu di lantai bisa membuat beliau cerewet setengah mati. Kadang juga orang rumah dibuat jengkel dengan sifatnya yang ini. Akan tetapi, akhir-akhir ini aku kagum akan sifat beliau yang satu ini, siapa lagi yang akan sadar dan aware dan berpikir panjang kalau debu itu nanti bisa membuat sulit pernapasan bila dibiarkan? atau setitik noda itu akan membesar dan membuat biaya pembersihanya semakin besar? Ah, Ayah memang benar-benar rapi.
Lalu saya teringat salah satu pertanyaan yang diberikan pada saya hampir setahun yang lalu, saat saya sedang melakukan fit and proper test untuk pencalonan diri menjadi Ketua Himpunan. Pertanyaan-nya sangat sederhana:
"Siapakah pemimpin idolamu?"
mendadak saya merasa sangat bodoh. saat itu saya menjawab "Soekarno", karena sifatnya yang idealis, dan tahu betul apa yang dibutuhkan negaranya.
Harusnya tidak perlu jauh-jauh, meskipun (akan) terdengar seperti pencitraan, tetapi seharusnya jawaban saya adalah: "Ayah."
No comments:
Post a Comment