Menulis bagi saya bukan
merupakan suatu hobi ataupun keperluan batin. Lebih jauh lagi, menulis juga
bukan merupakan kebutuhan ataupun kewajiban yang harus dilakukan. Dalam
kesempatan ini, saya ingin bercerita tentang track record saya dengan kegiatan
menulis.
Saat berada di bangku
SMA, saya cukup aktif menulis. Saat itu dapat dipastikan hormon-hormon yang
dihasilkan tubuh diproduksi dengan jumlah yang sangat banyak. Hormon dopamin
dan oksitosin sebagai sumber rasa bahagia akan membuat saya menuliskan
untaian-untaian kata indah, puitis dengan diksi yang dipilih dengan sangat
hati-hati. Bukan hanya itu, saat munculnya galau (yang mungkin saat itu
merupakan kata paling populer di kalangan siswa-siswi SMA), saya bisa berubah
menjadi Chairil Anwar dalam semalam. Memang dulu saya sangat suka menulis,
bukan ulasan-ulasan politik ataupun pemikiran kritis, akan tetapi sesederhana
ungkapan perasaan yang implisit yang disembunyikan dalam kata-kata yang dipilih
sebagus mungkin agar terlihat dan terdengar indah. Saya penikmat puisi dan
sastra, akan tetapi tidak pernah punya niatan untuk dilihat sebagai orang yang
jago dalam menulis. Saya pernah gemar menulis, pernah menjadikan menulis sebagai
suatu kebutuhan. Saat itu, media yang saya pilih untuk menulis adalah Tumblr.
Sayangnya, dua tahun yang lalu saya memilih untuk menghapus situs Tumblr saya
tersebut karena saya rasa isinya sudah terlalu ABG dan tidak layak untuk
dibaca. Selain itu, banyak juga untaian kata kata yang saya sendiri hanya
memikirkan diksi dibanding perasaan yang hendak saya curahkan dalam akun
Twitter, yang juga pada akhirnya saya hapus karena terlalu banyak
kalimat-kalimat nonsense yang saya rangkai dalam 140 karakter.
Selama kurang lebih
setengah tahun, saya tidak menulis blog. Hanya menjawab beberapa pertanyaan
(yang pada akhirnya terlampau panjang dan menyebalkan) di askfm. Akhirnya, pada
pertengahan tahun 2014, saya kembali membuka akun blogspot.
Kalau
tidak suka menulis, kenapa lalu membuka akun dan menulis blog lagi?
Saya tidak dapat
mengatakan bahwa saya tidak suka menulis, saya suka menulis. Mungkin juga
karena Ayah yang juga gemar menulis dari semenjak kuliah. Akan tetapi, bagi
saya, menulis hanya merupakan salah satu cara melepaskan beban. Saya merupakan
orang yang memilih untuk tidak bergaul dengan banyak orang. Secara kasar, bisa dikatakan bahwa saya cukup mengisolir diri. Bukan berarti saya
anti-sosial, akan tetapi saya akui bahwa saya memilih orang yang ingin saya dalami
dan saya jadikan teman berdiskusi, dan orang yang saya pilih tersebut tidak banyak. Dengan kata lain, saya banyak menjadikan teman-teman hanya sekedar acquaintances. Dari sekian banyak teman yang saya miliki,
mungkin hanya satu sampai dua orang yang bertahan dalam memerankan peran
sebagai sahabat (karena bagi saya sahabat memegang
peran sebagai partner diskusi pula). Perlu disadari pula bahwa saya adalah
pemikir yang kompleks sehingga tak jarang sahabat berdiskusi pun letih
mengikuti alur berpikir saya saat sedang berdiskusi. Salah satu
teman diskusi yang setia dan selalu mendengarkan saya, adalah sesuatu yang
abstrak dan tidak bernyawa, yaitu kegiatan menulis.
Setiap kali saya menulis di
suatu akun, saya tidak mengharapkan atau berintensi agar ada orang yang
membacanya, apalagi saat menginjak bangku kuliah. Kembali saat berada di bangku SMA, kadang
masih ada beberapa tulisan yang diniatkan sebagai “kode” ataupun maksud
tersembunyi untuk seseorang, berharap seseorang tersebut mampir dan membaca
tulisan tersebut. Akan tetapi, sekarang, semua itu sudah benar benar hilang.
Saya menulis untuk diri saya sendiri. Menulis merupakan sahabat yang setia
menampung sepersekian beban. Menulis merupakan sahabat maya yang mendengarkan
dalam diam saat mulut terlalu letih untuk berbicara dengan sahabat di dunia nyata. Akan tetapi jika nanti ada yang membaca
dan merasa terhibur ataupun menikmati, saya pun bersyukur dan senang bisa melakukan hal tersebut.
Lalu
mengapa tidak dibuat saja akun ataupun blog private?
Saya menulis untuk diri
saya dan bukan untuk orang lain, akan tetapi bukan berarti saya malu dengan apa
yang saya tulis. Saya tidak malu dengan apa yang saya tulis. Menurut saya membuat
blog ataupun akun private
mengindikasikan adanya perasaan malu.
Begitulah sedikit cerita tentang saya dan menulis. Mungkin saya bukan penulis yang baik, dan saya pun merasa tidak memiliki bakat dalam menulis. Tapi sekali lagi, menulis dapat membantu saya mengangkat sepersekian beban yang terkadang menggayut di kepala saya.